Rabu, 15 Agustus 2012

Penelitian Alternatif Penggunaan Daging ikan Layang (decapterus russelli) pada Pembuatan Medium NA (nutrient agar) untuk perkembang biakan Bakteri

BAB I 
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah daratannya. Hal inilah yang menjadikan Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dari wilayah perairan termasuk sumber daya perikanan tangkap, menurut Ditjen Perikanan Tangkap, 2007 dalam Himawati (2010 : 1) produksi perikanan tangkap dan penangkapan ikan di laut dan di perairan umum tahun 2006 mencapai 4.468.010 ton. Menurut Murniatin (2006 : 1) hasil tangkapan perikanan di Sulawesi Tenggara didominasi oleh ikan-ikan jenis pelagis seperti cakalang, kembung dan ikan layang. Ikan layang khususnya, menduduki peringkat tertinggi baik dari segi persediaan maupun hasil penjualan, karena ikan ini dikonsumsi oleh hampir semua lapisan masyarakat. Kenyataan menunjukkan bahwa dari hasil tangkapan nelayan tradisional, penjualan ikan layang menempati jumlah lebih banyak dibanding penjualan ikan lainnya. Daging ikan layang memiliki kandungan protein yang tinggi yang merupakan sumber nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri.
Media pertumbuhan bakteri adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan bakteri untuk pertumbuhannya. Bakteri memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel serta penting untuk perkembangan dan reproduksi sel. Salah satu media pertumbuhan yang sering dipakai adalah medium NA (Nutrient Agar) yang memiliki komposisi antara lain ekstrak daging sapi, pepton, agar dan air. Ekstrak daging yang digunakan pada pembuatan medium ini biasanya adalah ekstrak daging sapi yang harganya cenderung lebih mahal bila dibandingkan dengan daging ikan yang merupakan salah satu komoditi yang melimpah di Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara. Dengan demikian, ikan Layang berpotensi sebagai pengganti daging sapi untuk substrat.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti ingin mengkaji lebih lanjut tentang pemanfaatan daging ikan Layang (Decapterus ruselli) pada pembuatan medium NA (Nutrient Agar)”.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah  Apakah daging ikan Layang (Decapterus russelli) dapat digunakan pada pembuatan medium NA(Nutrient Agar)?
C.      Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1.     Memanfaatkan daging ikan Layang (Decapterus russelli) sebagai substrat pengganti daging sapi pada pembuatan medium NA (Nutrient agar).
2.   Untuk mengetahui dari kedua medium yaitu yang menggunakan ekstrak daging sapi atau medium yang menggunakan ekstrak daging ikan Layang (Decapterus russell) mana yang paling baik dalam menumbuhkan bakteri pada tiga sumber yang ditentukan (yakult, air yang tergenang dan insang ikan yang sudah busuk).
D.      Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1.      Sebagai tambahan pengetahuan dalam pembuatan medium NA          (Nutrient Agar).
2.      Mengurangi biaya produksi pada pembuatan medium NA (Nutrient Agar).





 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.      Kajian Teori
1.      Medium Tumbuh Bakteri
Media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintetis biologik organisme baru, yang meliputi elemen-elemen sebagai berikut:
a.    Sumber Karbon
Bakteri membutuhkan  sumber karbon baik itu dalam bentuk karbon organik seperti glukosa maupun anorganik seperti karbondioksida. Hal ini tergantung pada jenis bakteri tersebut (fotosintetik dan non fotosintetik). Karbon sangat penting dalam pertumbuhan bakteri salah satunya sebagai pembangun komponen-komponen sel yang membutuhkan kerangka karbon contohnya karbohidrat dan lipid.
b.   Sumber Nitrogen
Nitrogen merupakan komponen utama protein dan asam nukleat, yaitu sebesar lebih kurang 10% dari berat kering sel bakteri. Nitrogen mungkin disuplai dalam bentuk yang berbeda, dan bakteri beragam kemampuannya dalam mengasilmilasi nitrogen. Hasil akhir dari seluruh jalur asimilasi nitrogen adalah ion amonium (NH4+) (Brooks, 2005 : 89).
Sudarmadji (1989 : 119) menjelaskan bahwa protein memiliki keistimewaan yakni mengandung unsur N disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), kadang-kadang Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein).
c.    Sumber Belerang
Belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam beberapa rantai samping cisteinil dan metionil protein           (Brooks, 2005 : 89).
d.   Sumber Fosfor
Fosfor dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah koenzim seperti NAD, NADP dan flavin. Selain itu banyak metabolit, lipid (fosfolipid) adalah bergugus fosfat (PO43-)  (Brooks, 2005 : 89).
e.    Sumber Mineral
Sejumlah besar mineral dibutuhkan untuk fungsi enzim. Ion magnesium (Mg2+) dan ion ferrum (Fe2+) juga ditemukan pada turunan porfirin yaitu magnesium dalam molekul korofil dan besi sebagai bagian dari koenzim sitokrom dan peroksidase (Brooks, 2005 : 89).
Menurut Mahmud dkk. (2005 : 81) kandungan mineral pada daging ikan Layang tercantum pada Tabel 1:
Tabel 1. Kandungan Mineral Daging Ikan Layang (Decapterus russelli).
Mineral
Nilai rata-rata (mg/100 g)
Kalsium
Besi
Fosfor
50
0,05
150
f.     Sumber Vitamin
Semua makhluk hidup termasuk bakteri membutuhkan vitamin (senyawa organik khusus yang penting untuk pertumbuhan). Kebanyakan vitamin berfungsi membentuk substansi yang mengaktivasi enzim yaitu substansi yang menyebabkan perubahan kimiawi (Pelczar, 2008 : 133).
Menurut Winarno (2004 : 119) vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan. Vitamin-vitamin tidak dapat dibuat dalam jumlah yang cukup oleh karena itu diperoleh dari luar tubuh. Menurut Mahmud dkk. (2005: 82) dalam 100 gram daging ikan Layang mengandung tiamin sebanyak 0,05 mg dan retinol sebanyak 545,45 µg.
2.        Medium NA
          Medium NA (Nutrient Agar) merupakan salah satu media pertumbuhan yang paling sering digunakan untuk menumbuhkan suatu bakteri dalam laboratorium. Menurut Pelczar (2008 : 138) komposisi medium ini dapat tercantum  pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Komposisi Medium NA (Nutrient Agar)
Komposisi
Jumlah
Ekstrak daging sapi
Pepton
Agar
Air
3 gr
5 gr
15 gr
1.000 ml

          Ekstrak daging sapi merupakan suatu ekstrak daging cair dari jaringan daging sapi yang empuk, dikonsentrasikan menjadi pasta yang mengandung substansi jaringan hewan yang dapat larut dalam air, meliputi karbohidrat, senyawa nitrogen organik, vitamin yang dapat larut dalam air dan garam-garaman. Pepton merupakan produk yang dihasilkan melalui bahan-bahan yang mengandung protein seperti daging, kasein dan gelatin yang merupakan sumber utama nitrogen organik bagi suatu medium dan dapat pula mengandung karbohidrat dan vitamin. Agar merupakan suatu karbohidrat kompleks yang diperoleh dari Algae marin tertentu dan digunakan sebagai bahan pemadat media (Pelczar, 2008 : 137).
3.        Penghitungan Jumlah Bakteri
                Pertumbuhan bakteri dapat dilihat melalui pertambahan jumlah sel bakteri tersebut sehingga salah satu cara untuk mengukur pertumbuhan suatu jenis bakteri adalah dengan menghitung jumlah bakteri tersebut baik jumlah selnya maupun jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada medium yang disediakan. Salah satu teknik yang digunakan untuk menghitung jumlah bakteri adalah melalui teknik hitungan cawan.
·           Teknik Hitungan Cawan
                  Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi suatu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan suatu indeks jumlah bakteri yang hidup terkandung dalam sampel. Cawan yang dipilih untuk dihitung mengandung 30 - 300 koloni. Untuk memenuhi persyaratan tersebut harus melakukan pengenceran. Prinsip dari teknik hitungan cawan adalah bila sel bakteri yang masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka bakteri tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan kemudian dapat dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Pada teknik hitungan cawan ini jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung sebagai berikut:
Koloni per ml = jumlah koloni per cawan ×
Laporan dari hasil menghitung dengan teknik hitungan cawan menggunakan suatu standar yang disebut SPC (Standard Plate Count) sebagai berikut:
·                Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 – 300; jika tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 300.
·                Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya meragukan dapat dihitung sebagai satu koloni.
·                Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni.
·                Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri; koloni demikian dinamakan spreader.
·                Perbandingan jumlah bakteri hasil pengenceran yang berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya; jika sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata. Tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai jumlah bakteri dari hasil pengenceran sebelumnya.
Dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai berikut:
·                Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yakni angka pertama (satuan) dan angka kedua (desimal) jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar daripada 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.
·                Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni per cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Karena itu, jumlah koloni pada pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
·                Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Karena itu jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
·                Jika jumlah cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan faktor pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar daripada dua, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil.
·                Jika digunakan dua cawan petri per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh dari satu. Oleh karena itu, harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kedua cawan duplo dengan koloni antara 30 dan 300 (Waluyo, 2010 : 211-212).
4.        Deskripsi dan sistematika Ikan Layang (Decapterus russelli)
Ikan Layang (Decapterus russelli) merupakan salah satu komunitas perikanan pelagis kecil yang penting di Indonesia. Ikan yang tergolong suku Carangidae ini bisa hidup bergerombol. Ukurannya sekitar 15 cm meskipun ada pula yang bisa mencapai 25 cm. Ciri khas yang sering dijumpai pada ikan layang ialah terdapatnya sirip kecil ( finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur dan terdapat sisik berlingir yang tebal (lateral scute) pada bagian garis sisi         (lateral line) (Nontji, 2002 : 285).


Gambar  1 : Ikan Layang (Decapterus russelli)

Menurut Nelson (2006 : 462)  sistematika ikan Layang adalah sebagai berikut :
Phyllum                : Chordata
Kelas                    : Actinopterygii
Ordo                     : Perciformes
Familia                 : Carangidae
Genus                   : Decapterus
Spesies                 : Decapterus russelli
5.         Komposisi Kimia Ikan Layang dan Daging Sapi
                 Hasil analisis menunjukkan bahwa komposisi kimia ikan layang adalah air 76,64%, protein 22,58%, lemak 1,78%, mineral 0,05%. Secara rinci komposisi kimia ikan layang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Kima Ikan Layang (Decapterus russelli)
No.
Komponen
Kadar/100 g(1
Kadar/100 g(2
1
2
3
4

Kalori
Air
Protein
Lemak

74 kkal
74 g
22 g
1,7 g

109 kkal
76,64 g
22,58
1,78
Sumber : Mahmud dkk., 2005 : 81(1 dan Balai penelitian teknologi perikanan dalam syafaria, 2004 : 5(2.

Sedangkan komposisi kimia daging sapi tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Daging Sapi

No.
Komponen
Kadar/100 g
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Air
Energi
Protein
Lemak
Kalsium
Fosfor
Besi
Retinol
Tiamin
Riboflavin
Niasin

68 g
210 kkal
18,8 g
14 g
11 mg
170 mg
2,8 mg
9,1 µg
0,08 mg
0,31 mg
4,5 mg
Sumber : Mahmud dkk. 2005 : 67.



B.       Kerangka Pemikiran
Medium NA (Nutrient Agar) adalah medium yang dipakai untuk menumbuhkan bakteri tertentu yang memiliki komposisi antara lain air, agar, pepton dan ekstrak daging sapi, tetapi di Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara harga daging sapi cenderung lebih mahal dibandingkan dengan harga daging ikan seperti ikan Layang (Decapterus russelli) sehingga untuk mengurangi biaya produksi diteliti kemampuan menumbuhkan bakteri dari medium NA (Nutrient Agar) yang menggunakan daging ikan Layang (Decapterus russelli).

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Daging ikan Layang (Decapterus russelli) dapat digunakan dalam pembuatan medium NA (Nutrient Agar).
2.      Medium NA (Nutrient Agar) lebih baik dalam menumbuhkan bakteri dari tiga sumber (yakult, air yang tergenang dan insang ikan yang sudah busuk) dibandingkan dengan medium yang menggunakan ekstrak daging sapi.
Secara statistik hipotesis nomor 2 dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0 : µ1 = 0       Tidak ada perbedaan jumlah koloni bakteri pada medium NA (Nutrient Agar) yang menggunakan ekstrak daging sapi dan ekstrak daging ikan Layang (Decapterus russelli)
H1 : µ1 ≠ 0       Ada perbedaan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada medium NA (Nutrient Agar) yang menggunakan ekstrak daging sapi dan ekstrak daging ikan Layang (Decapterus russelli)

  

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto.

Bahar, B. 2006. Memilih dan Menangani Produk Perikanan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Brooks, G.F., Butel, J.S., Morse, S. A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Salemba Medica. Jakarta.

Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi dan Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus sp.) Selama Penyimpanan. Skripsi Program Studi Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Mahmud, M.K., Hermana, Zulfianto, N.A., Rozanna, R., Ngadiarti, I., Hartati, B., Bernadus, Tinexcelly, 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Jakarta.

Nelson, J.S., 2006. Fishes of the World Fourth Edition. John Willey and & Sons Inc. Alberta Canada.

Murniatin. 2006. Analisis Total Bakteri dan Kadar TVB-N Pada Ikan Layang (Decapterus russelli) Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo. Kendari.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Pelczar, J.M., Chan, E.C.S. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I. UI Press. Jakarta.

Prihartini, A. 2006. Analisis Tampilan Biologis Ikan Layang (Decapterus sp.) Hasil Tangkapan Purse Seine Yang Didaratkan Di Ppn Pekalongan. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta Bekerja Sama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.


Syafaria. 2004.  Pengaruh Lama Penyimpanan Pada Suhu Dingin Terhadap Nilai Uji Organoleptik (Decapterus russelli). Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Haluoleo. Kendari.

Waluyo, L. 2010. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UMM Press. Malang.

Waluyo, L. 2011. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar