Selasa, 04 November 2014

Diagnosis dan pemeriksan amenore khusus mengenai beberapa kelainan yang menyebabkan amenorea primer maupun sekunder

Anamnesis
Usia menars. Gangguan psikis, aktivitas fisik berlebihan, menderita penyakit DM, penyakit lever atau riwayat penyakit lever, gagguan tiroid (riwayat operasi), penambahan atau pengurangan berat badan, sedang atau riwayat penggunaan obat psikofarmaka, obat-obat penurunan/penambahan berat badan, obat-obat tradisional, frekuensi seksual.

Pemeriksaan fisik
Berat badan, tinggi badan, pertumbuhan payudara, pertumbuhan rambut pubis dan ketiak, perut membesar, akne, seborrhoe, pembesaran klitoris, deformitas torak. Pemeriksaan ginekologik : singkirkan kehamilan, pemeriksaan genitalia interna/eksterna.

Uji Progesteron

1.      Uji progestogen positif:  
·         Bagi wanita yang belum menginginkan anak, cukup diberikan P dari hari ke 16 sampai hari ke 25 siklus haid. Pengobatan berlangsung selama 3 siklus berturut-turut. Setelah itu di lihat , apakah siklus haid menjadi normal kembali, atau tidak. Kalau masih belum terjadi juga siklus haid normal, maka pengobatan dilanjutkan lagi, sampai terjadi siklus haid yang normal lagi.  
·         Perlu diingat, bahwa akibat pengaruh E yang terus menerus dapat menyebabkan hiperplasia endometrium, dan resiko terkena kanker endomtrium lebih besar. Pemberian P pada wanita ini sekaligus mencegah kanker endometrium. Masalah akan muncul, bila wanita tersebut telah mendapat siklus haid normal, namun belum ingin punya anak. Untuk itu, perlu dianjurkan penggunaan kontrasepsi, seperti IUD, atau yang paling sederhana adalah pemberian pil kontrasepsi kombinasi dosis rendah.

2.      Uji progestogen negative
Wanita dengan uji P negatif, dilakukan uji estrogen dan progesterone (Uji E+P) Diberikan estrogen selama 21 hari, dan dari ke 12 sampai hari ke 21 diberikan progesteron 5 -10 mg/hari. Jenis estrogen seperti etinilestradiol (50 ug), estrogen valerianat (2 mg), atau estrogen konjugasi (0,625 mg). Paling sederhana adalah pemberian pil kontrasepsi kombinasi. Uji E+P dikatakan positif, bila 2 atau 3 hari kemudian terjadi perdarahan (bervariasi), dan bila tidak terjadi perdarahan, uji E+P dikatakan negatif, yang artinya ada gangguan di uterus (Asherman sindrom), atau atresia genitalia distal.


3.      Uji E+P positif
·         Uji E+P positif artinya wanita tersebut hipoestrogen. Terjadi gangguan pembentukan E di folikel. Selanjutnya perlu dicari penyebabnya dengan analisa hormonal. FSH dan LH rendah / normal, PRL normal. Biasanya dengan atau tanpa tumor hipofisis, sehingga perlu pemeriksaan radiologik. Diagnosis adalah amenorea hipogonadotrop, dengan atau tanpa tumor hipofisis. Penyebabnya adalah insufisiensi hipotalamus hipofisis.
·         Bila hasil analisa hormonal ditemukan FSH , atau LH yang tinggi, pRL normal, maka penyebab amenoreanya adalah di ovarium (insufisiensi ovarium), misalnya menopause prekok. Diagnosisnya adalah amenorea hipergonadotrop. Selanjutnya perlu dilakukan biopsi ovarium per Laparoskopi. Bila hasil hormon FSH dan LH sangat rendah, maka perlu dilakukan uji stimulasi dengan HMG (Uji HMG) untuk memicu fungsi ovarium. Ovarium yang normal akan memproduksi E, yang dapat diperiksa melalui urine atau darah (Uji HMG+).

4.      Uji HMG positif
Amenorea terjadi karena kurangnya produksi gonadotropin di hipofisis, atau produksi LH-RH di hipotalamus. Amenorea disebabkan karena gangguan sentral berupa hipogonadotrophipogonadism.

5.      Uji HMG negatif  
·         Ovarium tidak memiliki folikel, atau memiliki folikel, tetapi tidak sensitif terhadap gonadotropin, seperti pada kasus sindroma ovarium resisten.
·         Bila ditemukan kadar FSH dan LH normal sampai rendah , maka perlu di periksa PRL. Kadar serum PRL melebihi kadar normal, termasuk kasus dengan hiperprolaktin Pemeriksaan radiologi dapat atau tidak ditemukan tumor hipofisis (Prolaktinom). Diagnosis wanita ini adalah amenorea hiperprolaktinemia, dan bila di temuakan tumor hipofisis, maka penyebabnya mikro pada makro-prolatinoma, sedangkan yang tanpa tumor hipofisis, penyebabnya tidak di ketahui. Kadar PRL,FSH dan LH normal, (amenorea normoprolaktin), maka tindakan selanjutnya dapat dilakukan uji stimulasi dengan klomifen sitrat (uji klomifen). Klomifen di berikan 100 mg/hari, selama 5-10 hari. Uji klomifen dikatakan +, bila selama penggunaan klomifen di jumpai penigkatan FSH dan LH serum dua kali lipat, dan 7 hari setelah penggunaan klomifen, dijumpai peningkatan serum estradiol paling sedikit 200 pg/ml. Darah untuk pemeriksaan FSH,LH dan E2 diambil hari ke 7 penggunaan klomifen sitrat.Peningkatan hormone gonadotropin menunjukkan hipofisis normal.
·         Pada wanita dengan uji P+ terjadi perdarahan, dan terjadi peningkatan kadar serum progesteron (Ovulasi +)
·         Pada uji klomifen negatif, dapat dilakukan uji stimulasi dengan LHRH (uji LH-RH). Uji ini untuk mengetahui fungsi parsial adenohipofisis, apakah sel-sel yang memproduksi FSH dan LH mampu mengeluarkan FSH dan LH, bila diberikan LH-RH dari luar. LH-RH diberikan dengan dosis 25-100 ug, intravena. Tiga puluh menit setelah pemberian LH-RH, dilakukan pengukuran kadar LH dan FSH plasma.
·         Uji LH-RH dikatakan +, bila dijumpai kadar FSH dan LH yang normal, ataupun tinggi. Disini dapat disimpulkan adanya gangguan di hipotalamus, sedangkan bila tidak dijumpai peningkatan, berarti ada kelainan di hipofisis.

Manajemen amenorea pada wanita dengan uji P negatif dan uji E-P Positif  
·         Pada wanita dengan hiperprolaktin, ditangani dengan pemberian bromokriptin. Pada normoprolaktin cukup pemberian Estrogenprogesteron siklik, meskipun cara ini tidak mengobati penyebab dari amenorea tersebut. Bila di duga kelainan di hipofisis, maka untuk memicu ovarium dapat di berikan hMG+hCG, sedangkan kelainan di hipotalamus dapat diberikan LH-RH

Manajemen amenorea pada wanita dengan uji P dan E+ P negatif  

·         Pemeriksaan FSH, LH, PRL serum, dan bila normal, maka diagnosisnya adalah normogonadotrop amenorea, dengan penyebabnya defek endometrium (aplasia uteri, sindroma Asherman, TBC).

Kamis, 30 Oktober 2014

HISTOLOGI LAPISAN – LAPISAN KULIT

-     Stratum Korneum
Stratum korneum yang disebut juga lapisan zat tanduk. Letak lapisan ini berada paling luar dan merupakan kulit mati, kering, dan tersusun dari berlapis-lapis jaringan epitelium pipih.  Fungsi utamanya, antara lain melindungi sel-sel dan mencegah masuknya bibit penyakit.

-     Stratum Lusidum
Stratum lusidum, yang berfungsi melakukan “pengecatan” terhadap kulit dan rambut. Semakin banyak melanin yang dihasilkan dari sel-sel ini, maka warna kulit akan menjadi semakin gelap. Selain memberikan warna pada kulit, melanin ini juga berfungsi untuk melindungi sel-sel kulit dari sinar ultraviolet matahari yang dapat membahayakan kulit.

-     Stratum Granulosum
Stratum granulosum, yang menghasilkan pigmen warna kulit, yang disebut melamin.

-     Stratum spinosum
Stratum spinosum memiliki fungsi sebagai penahan gesekan dari luar. Sel-sel spinosum saling terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek abrasi.
-     Stratum Basale
Stratum Basale, lapisan ini merupakan lapisan yang aktif membelah. Sel-selnya membelah ke arah luar untuk membentuk sel-sel kulit teluar.

Dermis

Lapisan ini mengandung pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf, kelenjar keringat, dan kelenjar minyak. Kelenjar keringat menghasilkan keringat dan pengaturan suhu. Fungsi lain sebagai alat ekskresi adalah sebgai organ penerima rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, dan bibit penyakit, serta untuk pengaturan suhu tubuh

Selasa, 28 Oktober 2014

PATOGENESIS PERDARAHAN KONTAK

Patogenesis Perdarahan kontak 

Pendarahan kontak dapat didefinisikan sebagai perdarahan rahim abnormal tanpapenyebab organik (sesuai dengan fisiologi organ) yang terjadi pada saat coitus atau pascacoitus. Dengan kata lain, perdarahan tersebut terjadi disebabkan oleh faktor-faktor yangdapat menyebabkan disfungsional dari organ itu sendiri, seperti kanker, tumor, polip, dan lain-lain. Pada suatu waktu, seorang wanita dapat mengalami perdarahan rahim yang abnormal, kejadian ini berkaitan dengan pekerjaan, masalah di rumah tangga, dan kehidupan seksual. Mekanisme dari perdarahan kontak berhubungan dengan faktor penyebabnya.Umumnya sangat berhubungan dengan sifat epitel dari jalan lahir. Seperti adanya erosi pada serviks dan Ca Serviks yang menyebabkan dinding dari serviks menjadi lebih tipis sehingga jika coitus terjadi, dapat menyebabkan perlukaan dan menyebakan perdarahan. Salah satu diagnosis yang dapat membedakan antara perdarahan kontak dan fisiologis adalah dari gejala klinisnya. Umumnya, perdarahan fisiologis terjadi pada masa-masa tertentu sesuai dengan kondisi dari penderita, seperti masa menstruasi. Sedangkan perdarahan kontak ini juga dapat terjadi dalam keadaan tertentu yang berhubungan dengan gangguan dari struktur pada jalan lahir.Beberapa penyebab dari perdarahan kontak adalah :
1. Cedera pada vulva atau vagina
2. Penganiayaan seksual
3. Peradangan vagina
4. Infeksi rahim
5. Kelainan darah yang menyebabkan pembekuan abnormal (misalnyaLeukemia atautrombositopenia
6. Tumor jinak maupun tumor ganas (misalnya fibroid, kista, adenomiosis

Patomekanisme Keputihan 
Keputihan ada 2 macam yaitu yang fisiologis dan patologis keduanya dapat dibedakan berdasarkan atas kandungannya. Keputihan yang fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mucus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang, sedangkan pada keputihan yang patologik terdapat banyak leukosit.
Secara fisiologis, keluarnya getah yang berlebih dari vulva (biasanya lendir) dapat dijumpai pada:
  •  Ovulasi
  •  Menjelang & setelah haid
  •    Rangsangan seksual
  •  Kehamilan

Sekret berasal dari antara lain :
  • ·        Kelejar Bartholini yang terletak di bawah labium majus dan bermuara di bawah otot konstriktor vagina, kadang – kadang tertutupi sebagian oleh bulbus vestibuli. Kelenjar ini mengeluarkan sekret mukoidpada saat gairah seks meningkat.
  • ·     Duktus Skene (parauretralis) yang bermuara di meatus uretrae eksternum. Kelenjar ini mensekresikan sekret  yang mukoid.
  • ·     Serviks uteri, memiliki banyak kelenjar yang mengeluarkan secret yang berbeda-beda sesuai dengan siklus haid
  • ·     Uterus yang terletak banyak kelenjar dari endometrium sampai kemiometrium pada umumnya. Kelenjar-kelenjar ini mensekresi cairan alkaliyang encer


.Etiologi keputihan patologis :
1.              Infeksia.
a.               Jamur
Keputihan yang disebabkan oleh infeksi jamur Candida albicans umumnya dipicu oleh faktor dari dalam maupun luar tubuh seperti :
·         Kehamilan
·         Obesitas / kegemukan
·         Pemakaian pil KB
·         Obat-obatan tertentu seperti steroid, antibiotic
·         Riwayat diabetes / penyakit kencing manis
·         Daya tahan tubuh rendah
·         Iklim, panas, kelembaban
Sekret yang keluar biasanya berwarna putih kekuningan, seperti kepalasusu (cottage cheese), berbau khas dan menyebabkan rasa gatal yang hebat pada daerah intim-vulva dan sekitarnya sehingga disebut vulvovaginitis.Rasa gatal sering merupakan keluhan yang dominan dirasakan.
  
b.      Bakteri
Pada vagina terdapat flora normal yang terdiri dari bakteri ”baik” yang
berfungsi dalam keseimbangan ekosistem sekaligus menjaga keasaman / pH yang normal serta beberapa bakteri lain dalam jumlah kecil seperti Gardnerella vaginalis , mobiluncus, bacteroides dan Mycoplasma hominis.Beberapa keadaan seperti kehamilan, penggunaan spiral / IUD (intrauterine device), hubungan seksual, promiskuitas dapat memicu ketidak seimbangan flora normal vagina dimana pertumbuhan bakteri”jahat” menjadi berlebihan. Keputihan yang disebabkan oleh bakteri Gardnerella dsb disebut sebagai bacterial vaginosis / BV. Sebanyak 50% dari wanita dengan bacterial vaginosis bersifat asimtomatik yaitu tidak memberikan gejala yang berarti. Keputihan biasanya encer, berwarna putih keabu-abuan dan berbau amis (fishy odor). Bau tercium lebih menusuk setelah melakukan hubungan seksual dan menyebabkan darah menstruasi berbau tidak enak. Jika ditemukan iritasi daerah vagina seperti gatal biasanya bersifat lebih ringan dari pada keputihan yang disebabkan oleh Candida albicans atauTrichomonas vaginalis.

c.               Parasit
Infeksi parasit Trichomonas vaginalis termasuk dalam golongan penyakitmenular seksual (PMS) karena penularan terutama terjadi melalui hubungan seksual namun juga dapat melalui kontak dengan perlengkapan mandi, bibir kloset yang telah terkontaminasi. Keputihan berupa secret berwarna kuning-hijau, kental, berbusa dan berbau tidak enak (malodorous). Kadang keputihan yang terjadi menimbulkan rasa gatal daniritasi pada daerah intim.

 2.      Non-Infeksi

Biasa disebakan iritasi akibat alat kontrasepsi dan cairan antiseptik (mengandung bahan kimia)
 3.             Neoplasma

Mitosis berlebihan akibat sel normal yang tidak matur.


PITYRIASIS ROSEA

PITYRIASIS ROSEA

DEFINISI
            Pitiriasis rosea ialah penyakit akut, kelainan kulit berupa timbulnya papuloskuamosa yang dapat hilang dengan sendirinya, umumnnya menyerang anak-anak dan dewasa muda yang sehat, walaupun sebenarnya dapat ditemukan pada semua umur. Penyebabnya belum diketahui, diduga virus sebagai penyebab timbulnya erupsi. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit kulit yang paling sering ditemukan pada praktek klinis. Riwayat perjalanan penyakit dan penemuan klinis yang didapatkan hampir selalu sama. Anak ataupun dewasa muda yang terkena penyakit ini, tidak merasakan gejala yang berarti, kemudian timbul bercak merah dan bersisik yang bisa muncul di batang tubuhnya, paha atas, atau di daerah bahu. Pitiriasis rosea mungkin akan lebih sulit untuk didiagnosa apabila lesi-lesi kecil yang muncul setelah lesi pertama belum didapatkan secara klinis. Lesi yang timbul bisa disalahartikan sebagai infeksi jamur atau dermatitis.

EPIDEMIOLOGI
            Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35 tahun. Puncak insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun. Namun ada juga yang mengatakan puncak insidensinya terdapat pada usia antara 15-40 tahun. Namun bagaimanapun penyakit ini bisa muncul dari usia 3 bulan sampai dengan 83 tahun. Insidensnya meningkat terutama pada musim semi, musim gugur, dan musim dingin. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan didapatkan kira-kira sebanyak 2% dari setiap kunjungan pasien yang berobat jalan pada ahli penyakit kulit. Prevalensi terjadinya pitiriasis rosea lebih banyak ditemukan pada golongan sosioekonomi masyarakat kelas menengah dan yang kurang mampu. Insidens pada pria dan wanita hampir sama, walaupun sedikit lebih banyak ditemukan pada wanita. Prevalensinya tidak dipengaruhi oleh golongan ras tertentu. Penyakit ini biasanya bertahan antara 6-8 minggu, tapi dapat juga didapatkan variasi lamanya sakit yang berbeda.

ETIOLOGI
            Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui, walaupun sudah dikemukakan beberapa dugaan penyebab timbulnya penyakit ini. Sudah lama dipikirkan bahwa virus sebagai penyebab timbulnya penyakit ini, karena adanya gejala prodromal yang biasa muncul pada infeksi virus bersamaan dengan munculnya bercak kemerahan di kulit. Human herpes virus 7 telah dikemukakan sebagai penyebabnya, namun beberapa penelitian telah gagal menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan.6 Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini terfokus pada peranan HHV-6 dan HHV-7 pada pitiriasis rosea. Dalam suatu penelitian, partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Partikel-partikel virus ini ditemukan dalam jumlah banyak diantara serat-serat kolagen dan pembuluh-pembuluh darah pada lapisan dermis atas dan bawah. Partikel virus ini juga berada selang-seling diantara keratinosit dekat dengan perbatasan dermal-epidermal.
Namun apa yang menjadi pemicu utama reaktivasi HHV-7 masih belum jelas. Pitiriasis rosea tidak disebabkan langsung oleh infeksi virus herpes melalui kulit, tapi kemungkinan disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit yang tersembunyi pada waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain mengesankan reaktivasi virus mencakup kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya pitiriasis rosea pada saat status imunitas seseorang mengalami perubahan. Didapatkan sedikit peningkatan insidens pitiriasis rosea pada pasien yang sedang menurun imunitasnya, seperti ibu hamil, dan penerima transplantasi sumsum tulang.
         Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia dan  Legionella pneumonia telah dikemukakan sebagai agen penyebab pitiriasis rosea yang berpotensi kuat, namun belum ada penelitian yang menunjukkan kenaikan kadar antibodi yang signifikan terhadap mikroorganisme yang telah disebutkan di atas pada penderita pitiriasis rosea. Erupsi kulit yang mirip dengan pitiriasis rosea dapat timbul sebagai akibat dari reaksi obat. Macam-macam obat yang berhubungan dengan munculnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea antara lain:
Barbiturat
Bismuth
Captopril
Clonidine
Toksoid difteri
D-penicillamine
Senyawa emas
Imatinib (Gleevec)
Isoretinion
Ketotifen (Zaditor)
Levamisole
Methopromazine
Metronidazole
Omeprazole
Terbinafine
Hidroksiklorokuin
Interferon
Lisinopril
Arsen
Tripelennamine hidroklorida
Ergotamine
Penicillamine
Vaksin Hepatitis B
Vaksin pneumokokus pada anak dengan sindrom nefrotik

HISTOPATOLOGI
          Pemeriksaan histopatologi sangat membantu dalam meyingkirkan diagnosa banding. Gambaran histopatologi dari pitiriasis rosea meliputi:
·         Akantosis ringan ( penebalan epidermis krn pembentukan plak papula)
·         Parakeratosis fokal
·         Ekstravasasi eritrosit ke lapisan epidermis
·         Spongiosis dapat ditemukan pada kasus akut
·         Infiltrat perivaskular ringan dari limfosit ditemukan pada dermis

GEJALA KLINIS
         Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal. Sumber lain menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam, malaise, dan artralgia. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.
         Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother plaque/Medalion. Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-94%, dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan adanya Herald patch. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut dengan “Hanging curtain sign”Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun kemunculan dan penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga sampai 3 bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya. Umum ditemukan beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih tenang.

Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana ia mencapai puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam stadium yang berbeda. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan menghilang setelah 2-4 minggu.4 Sumber lain yang menyebut erupsi kulit akan menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu.3 Namun pada beberapa kasus dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan.4,6 Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan sumbu panjang sejajar pelipatan kulit.8 Tampilannya tampak seperti pohon natal yang terbalik (inverted christmas tree appearance). Hal ini membingungkan karena susunan lesi yang muncul membentuk garis yang mengarah ke bawah dari columna vertebra bila dilihat dari belakang, namun jika dilihat dari depan maka garisnya mengarah ke atas dari sentral abdomen. Hal ini nampak tidak sesuai jika kita bandingkan dengan arsitektur dari pohon natal sebenarnya. Tapi bagaimanapun, terlepas dari tampilan lesi yang mirip dengan pohon natal, terbalik ataupun tidak, tidak diragukan lagi Herald patch merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.5
Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah.5 Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela paha, atau aksila. Pada daerah ini lesi berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung dengan tepi yang tidak rata sehingga sangat mirip dengan Tinea corporis. Gatal ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya saat timbul gejala.3 Gatal merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi parah pada 25% pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah, berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25% penderitanya tidak merasakan gatal.4 Relaps dan rekurensi jarang sekali ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan.3 Efek dari terapi yang berlebih atau adanya dermatitis kontak, umum ditemukan.8
            Terkadang pitiriasis rosea bisa muncul dalam bentuk distribusi yang tidak khas, dan penegakan diagnosanya tergantung dari manifestasi klinis yang ada dan lesi utama berupa Herald patch. Predileksi tempat yang atipikal mencakup telapak kaki, wajah, scalp, dan genitalia. Sebagai tambahan, multipel Herald patch ditemukan pada 5,5% kasus. Yang lebih tidak umum lagi, jenisnya sendiri tidak khas, contohnya ruam kulit bisa dikelilingi oleh vesikel-vesikel.


Jumat, 21 Juni 2013

PEMERIKSAAN FISIK GAGAL GINJAL AKUT


Pemeriksaan fisik dan penunjang adalah untuk membedakan GGA pre-renal, GGA renal, dan GGA post-renal.
            Dalam menegakkan diagnosis gagal ginjal akut perlu diperiksa :
1.      Anamnesis yang baik serta pemeriksaan fisik yang teliti ditujukan untuk mencari penyebab GGA seperti misalnya operasi kardivaskuler, angiografi, riwayat infeksi (Infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi saluran kemih), riwayat adanya bengkak, riwayat kencing batu.
2.      Membedakan gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis GGK misalnya anemia dan ukuran ginjal yang kecil menunjukkan gagal ginjal kronis.
3.      Untuk mendiagnosis GGA diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal yaitu kadar ureum, kreatinin dan filtrasi glomerulus. Pada pasien yang dirawat selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan dan untuk memperkirakan adanya kekurangan atau kelebihan cairan tubuh. Pada gagal ginjal akut yang berat dengan berkurangnya fungsi ginjal ekskresi air dan garam berkurang sehingga dapat menimbulkan asidosis metabolic dengan kompensasi pernafasa Kussmaul. Umumnya pasien GGA lebih didominasi oleh factor-faktor presipitasi atau penyakit utamanya.
4.      a). kadar kreatinin serum. Pada gagal gibjal akut faal ginjal dinilai dengan memeriksa berulang kali kadar serum creatinin. Kadar serum kreatinin tidak dapat mengukur secara tepat laju filtrasi glomerulus karena tergantung dari produksi (otot), distribusi dalam cairan tubuh dan ekskresi oleh ginjal.
b.) kadar cystatin C serum. Walaupun belum diakui secara umum nilai serum cystatin C dapat menjadi indicator gagal ginjal akut tahap awal yang cukup dapat dipercaya.
c.) volume urin. Anuria akut atau oliguria berat merupakan indicator yang spesifik untuk gagal ginjal akut, yang dapat terjadi sebelum perubahan nilai-nilai biokimia darah. Walaupun demikian volume urin pada GGA bisa beracam-macam, GGA pre-renal dan GGA renal dapat ditandai baik oleh anuria maupun poliuria. 
d.) Petanda biologis (Biomarker). Syarat petanda biologis GGA adalah mampu di deteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin disertai GGA adalah mampu dideteksi sebelum kenaikan kadar kreatinin disertai dengan kemudahan teknik pemeriksaannya. Petanda biologis ini adalah zat –zat yang dikeluarkan oleh tubulus ginjal yang rusak, seperti interleukin 18, enzim tubular, N-acetyl-β-glucosamidase, alanine aminopeptidase, kidney injury molecule. Dalam satu penelitian pada anak-anak pasca bedah jantung terbuka gelatinase-associated lipocalin (NGAL) terbukti dapat di deteksi 2 jam setelah pembedahan, 34 jam lebih awal dari kenaikan kadar kreatinin. Dalam masa yang akan datang kemungkinan diperlukan kombinasi dari petanda biologis.
(O'callaghan, 2007)