Rabu, 15 Agustus 2012

STUDI ALTERNATIF PENGGUNAAN DAGING IKAN BANDENG (chanos chanos forskall) PADA PEMBUATAN MEDIUM NA (nutrient agar)

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Sebagai negara maritim, Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam perikanan, baik perikanan air tawar, air payau, maupun air laut. Menurut Saparinto dalam Eko Susanto (2010:1), potensi akuakultur air payau, yakni dengan sistem tambak diperkirakan mencapai 931.000 ha dan hampir telah dimanfaatkan potensinya hingga 100% dan sebagian besar digunakan untuk memelihara ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk) dan udang (Pennaeus sp.). 
Jumlah produksi perikanan tangkap dari penangkapan ikan dilaut dan di perairan umum pada tahun 2006 masing-masing sekitar 4.468.010 ton dan 301.150 ton. Produksi  perikanan budidaya pada  tahun 2006 mencapai 2.625.800 ton yang didominasi oleh udang 327.260 ton, Rumput laut 1.079.850 ton, ikan mas 285.250 ton, Bandeng 269.530 ton, Nila 227.000 ton, Lele 94.160 ton, Gurame 35.570 ton, dan Kerapu 8.430 ton (Ditjen Perikanan Budidaya,2007 dalam Hari Eko Irianto dan Indoroyono Soesilo). Data tersebut menunjukkan bahwa produksi ikan Bandeng menduduki urutan ke-4 setelah Rumput laut, Udang, dan Ikan mas.
1
Produksi perikanan air payau di Sulawesi Tenggara dalam tiga tahun terakhir terus meningkat hingga mencapai 46.983 ton pada tahun 2010.  Volume produksi perikanan air payau tahun 2008 sebesar 24.384 ton, tahun 2009 meningkat menjadi 30.337 ton, dan tahun 2010 mencapai 46.983 ton. Ini menunjukkan bahwa potensi perikanan sumber daya ini cukup besar dan tersedia, disamping itu pula potensi lahan budi daya perikanan air payau di Sultra sebesar 44.669 hektare, tetapi tingkat pemanfaatan atau yang sudah dimanfaatkan oleh petani pembudidaya baru mencapai 36,39%, artinya masih besar potensi lahan yang belum termanfaatkan Potensi lahan perikanan budidaya air payau tersebut terdapat dibeberapa kabupaten/kota se-Sultra, diantaranya Kabupaten Kolaka, Kabupaten Bombana, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Muna dan Kota Kendari, adapun jenis ikan air payau yang paling banyak dibudidaya oleh masyarakat tersebut adalah ikan bandeng dan budidaya udang.( Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Sultra, 2011 dalam Berita Daerah.com)
Ikan Bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup enak dan gurih sehingga banyak digemari masyarakat. Selain itu, harganya juga terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Ikan bandeng  digolongkan sebagai ikan berprotein tinggi dan berkadar lemak rendah. 
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel.  
Salah satu media pertumbuhan yang sering dipakai adalah medium NA yang memiliki komposisi antara lain ekstrak daging sapi, pepton, agar dan air. Ekstrak daging yang digunakan pada pembuatan medium ini biasanya adalah  dari daging sapi yang harganya cenderung cukup mahal dibandingkan dengan daging ikan yang merupakan salah satu komoditi yang melimpah di Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara.
Daging ikan Bandeng memiliki kandungan protein yang tinggi serta kandungan-kandungan lain seperti kalori, lemak, mineral, kalsium, fosfat, besi dan vitamin yang merupakan sumber-sumber nutrisi bagi pertumbuhan bakteri. Dengan demikian ikan bandeng berpotensi sebagai pengganti daging sapi untuk substrat media tumbuh mikroba.
Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti ingin mengkaji lebih lanjut tentang pemanfaatan daging ikan Bandeng (Chanos chanos) pada pembuatan medium NA.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Apakah daging ikan Bandeng (Chanos chanos) dapat digunakan pada pembuatan medium NA?
C.      Tujuan Penelitian
1.    Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan daging ikan Bandeng            (Chanos chanos) sebagai substrat alternatif dari daging sapi pada pembuatan medium NA
2.    Untuk membandingkan jumlah koloni yang tumbuh pada dua medium (yang menggunakan ekstrak daging sapi dan ekstrak daging ikan bandeng).
D.      Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1.      Sebagai sarana melatih diri bagi penulis dalam pembuatan karya ilmiah.
2.      Sebagai tambahan informasi bagi dunia sains mengenai pembuatan medium NA khusunya mengenai medium alternatif.
3.      Sebagai bahan informasi bagi penelitian-penelitian yang relevan.





                                                            BAB II
                                              TINJAUAN PUSTAKA
A.  Kajian Teori
1.    Medium Tumbuh Bakteri
             Media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri harus mengandung seluruh elemen yang  penting untuk sintesis biologik organisme baru, dimana  harus memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
a.      Sumber karbon
Beberapa bakteri mampu menggunakan energi  fotosintetik untuk mereduksi karbondioksida  pada penggunaan air.  Organsme ini termasuk dalam kelompok autotrof, makhluk hidup yang tidak membutuhkan nutrien organik dalam pertumbuhannya. Autotrof lain adalah khemoautotrof, organisme yang menggunakan substrat anorganik sebagai reduktan dan karbondioksida sebagai sumber karbon. Heterotrof membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhannya, dan karbon organik tersebut harus dalam bentuk yang siap diasimilasi contohnya glukosa dan lemak (Brooks et al., 2005: 89).
b.      Sumber nitrogen
5
Nitrogen merupakan komponen utama protein dan asam nukleat, yaitu sebesar lebih kurang 10% dari berat kering sel bakteri. Nitrogen disuplai dalam bentuk yang berbeda, dan mikroorganisme beragam kemampuannya dalam mengasilmilasi nitrogen (Brooks et al., 2005: 89). Sudarmadji dkk., (1989:119) menjelaskan bahwa protein memiliki keistimewaan yakni mengandung unsur N disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak) kadang-kadang Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein).
c.         Sumber belerang
Seperti nitrogen sulfur adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Sulfur membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam beberapa rantai samping cisteinil dan metionil protein             (Brooks et al., 2005: 89).
d.        Sumber fosfor
Fosfor (PO43-) dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah koenzim seperti NAD, NADP dan flavin. Selain itu banyak metabolit, lipid (fosfolipid) adalah bergugus fosfat                           (Brooks et al., 2005: 89).
e.         Sumber mineral
Sejumlah besar mineral dibutuhkan untuk fungsi enzim. Ion magnesium (Mg2+) dan ion ferrum (Fe2+) juga ditemukan pada turunan porfirin yaitu magnesium dalam molekul korofil dan besi sebagai bagian dari kenzim sitokrom dan peroksidase (Brooks et al., 2005 : 89).

f.       Sumber Vitamin
Semua makhluk hidup termasuk bakteri membutuhkan vitamin (senyawa organik khusus yang penting untuk pertumbuhan). Kebanyakan vitamin berfungsi membentuk substansi yang mengaktivasi enzim yaitu substansi yang menyebabkan perubahan kimiawi (Pelczar dan Chan, 2008: 133).
Menurut Winarno (2004 : 119) vitamin merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan untuk proses metabolisme dan pertumbuhan. Vitamin-vitamin tidak dapat dibuat dalam jumlah yang cukup oleh karena itu diperoleh dari luar tubuh.
2.      Medium NA
          Medium NA merupakan salah satu media pertumbuhan yang paling sering digunakan untuk menumbuhkan suatu bakteri dalam laboratorium. Menurut Pelczar (2008 : 138) komposisi medium ini dapat tercantum  pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Medium NA
Komposisi
Jumlah
Ekstrak daging sapi
Pepton
Agar
Air
3 gr
5 gr
15 gr
1.000 ml

          Ekstrak daging sapi merupakan suatu ekstrak daging cair dari jaringan daging sapi yang empuk, dikonsentrasikan menjadi pasta yang mengandung substansi jaringan hewan yang dapat larut dalam air, meliputi karbohidrat, senyawa nitrogen organik, vitamin yang dapat larut dalam air dan garam-garaman. Pepton merupakan produk yang dihasilkan melalui bahan-bahan yang mengandung protein seperti daging, kasein dan gelatin yang merupakan sumber utama nitrogen organik bagi suatu medium dan dapat pula mengandung karbohidrat dan vitamin. Agar merupakan suatu karbohidrat kompleks yang diperoleh dari Algae marin tertentu dan digunakan sebagai bahan pemadat medium (Pelczar dan Chan, 2008 : 137).
3.  Komposisi kimia ikan Bandeng dan Daging Sapi
Di Indonesia, ikan bandeng dapat dengan mudah ditemukan di daerah Sumatra Selatan, Borneo, Jawa, dan Sulawesi. Ikan bandeng mempunyai komposisi zat gizi yang cukup tinggi. Kandungan masing-masing zat gizi ikan bandeng disajikan pada Tabel 2, dan komposisi kimia daging sapi pada     Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi kimia ikan bandeng (Chanos chanos)
Kandungan zat gizi per 100 gram BDD
Jumlah
Satuan
Energi
129
Kkal
Protein
20,0
gram
Lemak
4,8
gram
Karbohidrat
0,0
gram
Sumber : BRKP 2007 dalam Rustamaji (2009)

            Daging sapi merupakan sumber protein yang tinggi dengan asam amino esensialnya yang lengkap dan mempunyai kadar air tinggi (68-75%), kaya akan zat nitrogen dan mineral, mempunyai pH 5,3-6,5 yang menguntungkan bagi sejumlah mikroba (Soeparno, 2005 dalam Nuryanto, 2011: 2)
Tabel 3. Komposisi Kimia Daging Sapi

No.
Komponen
Kadar/100 g
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Air
Energi
Protein
Lemak
Kalsium
Fosfor
Besi
Retinol
Tiamin
Riboflavin
Niasin
68 g
210 kkal
18,8 g
14 g
11 mg
170 mg
2,8 mg
9,1 µg
0,08 mg
0,31 mg
4,5 mg
Sumber : Mahmud dkk. 2005 : 67.
4.    Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng (Chanos-chanos)
Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial dikembangkan. Ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH, dan kekeruhan air serta tahan terhadap serangan penyakit (Ghufron dan Kardi dalam Rustamaji (2009)). 
Menurut Bagarinao dalam Rustamaji (2009) ikan bandeng memiliki hubungan yang erat dengan ikan-ikan yang hidup di air tawar. Ikan bandeng diduga berasal dari wilayah Eropa dan Amerika Utara dan melakukan migrasi ke wilayah laut tropis. Saat ini ikan bandeng lebih banyak ditemukan pada daerah tropis.
Klasifikasi ikan bandeng menurut Nelson (2006:135) adalah sebagai berikut :
Kingdom      :  Animalia
Phylum         :  Chordata
Class             :  Actinopterygii
Order             :  Gonorynchiformes
Family           :  Chanidae
Genus            :  Chanos
 Species         :  Chanos-chanos
Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Ikan bandeng mempunyai badan yang memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa ikan bandeng tergolong sebagai perenang cepat. Kepala ikan bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, lubang hidung terletak di depan mata. Mata diliputi oleh selaput bening (subcutaneus). Warna badan putih keperak-perakan dan punggung biru kehitaman (Ghufron dan Kardi dalam Rustamaji (2009)).

5.  Penghitungan Jumlah Bakteri
Pertumbuhan bakteri adalah pertambahan jumlah sel, yang juga berarti pertambahan jumlah organisme yang membentuk  populasi atau suatu biakan (Waluyo, 2011 : 93; Purwoko, 2009:30). Berdasarkan hal tersebut sehingga salah satu cara untuk mengukur pertumbuhan suatu jenis bakteri adalah dengan menghitung jumlah bakteri tersebut baik jumlah selnya maupun jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada medium yang disediakan. Salah satu teknik yang digunakan untuk menghitung jumlah bakteri adalah melalui teknik hitungan cawan.
Menurt Fardiaz (1993: 37) metode hitungan cawan  memiliki keuntungan antara lain :
1)        Dapat dilakukan dengan pengamatan langsung oleh mata tanpa menggunakan mikroskop.
2)        Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus.
3)        Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari satu sel mikroba dengan penampakan pertumbuhan yang spesifik.
Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang dapat hidup akan berkembang menjadi suatu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan suatu indeks jumlah bakteri yang hidup terkandung dalam sampel. Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dalam CFUs (Coloni Forming Units). Cawan yang dipilih untuk dihitung mengandung 30 - 300 koloni. Untuk memenuhi persyaratan tersebut harus melakukan pengenceran. Prinsip dari teknik hitungan cawan adalah bila sel bakteri yang masih hidup ditumbuhkan pada medium, maka bakteri tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan kemudian dapat dihitung tanpa menggunakan mikroskop. Pada teknik hitungan cawan ini jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung sebagai berikut:
Koloni per ml = jumlah koloni per cawan ×           1
                                                                faktor pengenceran
Laporan dari hasil menghitung dengan teknik hitungan cawan menggunakan suatu standar yang disebut SPC (Standard Plate Count) sebagai berikut:
1.         Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 – 300; jika tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 300.
2.         Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya meragukan dapat dihitung sebagai satu koloni.
3.         Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni.
4.         Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan petri; koloni demikian dinamakan spreader.
5.         Perbandingan jumlah bakteri hasil pengenceran yang berturut-turut antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya; jika sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata. Tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai jumlah bakteri dari hasil pengenceran sebelumnya.
Dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai berikut:
1.         Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yakni angka pertama (satuan) dan angka kedua (desimal) jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar daripada 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka kedua.
2.         Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni per cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Karena itu, jumlah koloni pada pengenceran terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
3.         Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah. Karena itu jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di dalam tanda kurung.
4.         Jika jumlah cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan koloni dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan faktor pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar daripada dua, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil.
5.         Jika digunakan dua cawan petri per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh dari satu. Oleh karena itu, harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kedua cawan duplo dengan koloni antara 30 dan 300 (Waluyo, 2010 : 211-212).
B.  Kerangka Pemikiran
Medium pertumbuhan bakteri adalah medium yang dipakai untuk menumbuhkan dan mengisolasi bakteri tertentu. Medium pertumbuhan yang sering dipakai dalam kegiatan tersebut adalah medium NA. Menurut Pelczar dan Chan (2008 : 138) medium NA  memiliki komposisi antara lain; air, agar, pepton dan ekstrak daging sapi, tetapi di Indonesia khususnya di Sulawesi Tenggara harga daging sapi cenderung lebih mahal dibandingkan dengan harga daging ikan seperti ikan Bandeng (Chanos chanos) yang merupakan salah satu komoditi yang melimpah. Berdasarkan data (BRKP: 2007 dalam Rustamaji 2009) daging ikan Bandeng (Chanos chanos) memiliki kandungan protein yang tinggi dengan kandungan lemak yang rendah yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti meneliti jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada medium NA yang menggunakan daging ikan Bandeng (Chanos chanos) dan membandingkannya dengan yang menggunakan ekstrak daging sapi.

C. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Daging ikan Bandeng (Chanos chanos) dapat digunakan dalam pembuatan medium NA.
2.      Medium NA yang menggunakan ekstrak daging ikan Bandeng            (Chanos chanos) lebih baik dalam menumbuhkan bakteri dari tiga sumber (yakult, air yang tergenang dan insang ikan yang sudah busuk) dibandingkan dengan medium yang menggunakan ekstrak daging sapi.
   Secara statistik hipotesis nomor 2 dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0 : µ1 = 0       Tidak ada perbedaan yang nyata antara jumlah koloni bakteri pada medium NA yang menggunakan ekstrak daging sapi dan ekstrak daging ikan Bandeng (Chanos chanos)
H1 : µ1 ≠ 0       Ada perbedaan yang nyata antara jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada medium NA yang menggunakan ekstrak daging sapi dan ekstrak daging ikan Bandeng                                      (Chanos chanos)


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Dasar. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto.

Berita Daerah, 2011. Produksi Perikanan Air Payau Sulawesi Tenggara.        Http// Berita Daerah.Com. Diakses 29 Februari 2012.

Brooks, G.F., Butel, J.S., Morse, S. A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Salemba Medica. Jakarta.

Eko Susanto.2010. Pengolahan Bandeng (Chanos chanos) Duri Lunak. Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.Semarang.

Fardiaz, S., 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Kerjasama antara PAU-Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor dengan PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Irianto, H.E. dan Soesilo, I., 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan
.
Mahmud, M.K., Hermana, Zulfianto, N.A., Rozanna, R., Ngadiarti, I., Hartati, B., Bernadus, Tinexcelly, 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Jakarta.

Nelson, J.S., 2006. Fishes of the World Fourth Edition. John Willey and & Sons Inc. Alberta Canada.

Nuryanto, A., 2011. Perubahan Warna dari Koloni Eschericia coli Pada Media Ekstrak Daging Sapi, Sari Kacang Hijau yang Ditambah Laktosa dan Phenol Red. Universitas Airlangga. Surabaya.

Pelczar, M.J., Chan, E.C.S. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid I. UI Press. Jakarta.

Purwoko, T., 2009. Fisiologi Mikroba. Bumi Aksara. Jakarta,

Rustamaji, 2009. Aktivitas Enzim Katepsin dan Kolagenase dari Daging Ikan Bandeng (Chanos chanos) Selama Periode Kemunduran Mutu Ikan. Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta Bekerja Sama Dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging . Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Waluyo, L. 2010. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UMM Press. Malang.

Waluyo, L. 2011. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar