URINALISIS
Pendahuluan
Urinalisis
(tes urin) atau analisis urin adalah pemeriksaan sampel urin secara fisik
(makroskopik), mikroskopik dan kimia.Tes urin terbagi atas Tes urin rutin;
makroskopik, mikroskopik,dan kimia. Tes urin Khusus; Biakan urin (mengetahui
adanya kuman atau tidak dalam urin) dan Protein kuantatif (mengetahui jumlah
protein).
Volume urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran
volume ini pada pengambilan acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran
volume harus dilakukan secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil
yang akurat.
Kelainan
pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan kemungkinan adanya
infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot
atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna
urin. Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein dalam urin
(proteinuria).
Beberapa
keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
ü Merah : Penyebab patologik : hemoglobin,
mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab nonpatologik : banyak macam obat
dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
ü Oranye : Penyebab patologik : pigmen
empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran kemih (piridium),
obat lain termasuk fenotiazin.
ü Kuning : Penyebab patologik : urine yang
sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab nonpatologik : wotel, fenasetin,
cascara, nitrofurantoin.
ü Hijau : Penyebab patologik : biliverdin,
bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab nonpatologik : preparat vitamin, obat
psikoaktif, diuretik.
ü Biru : tidak ada penyebab patologik.
Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
ü Coklat : Penyebab patologik : hematin
asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat : levodopa, nitrofuran, beberapa
obat sulfa.
ü Hitam atau hitam kecoklatan :
Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans, urobilinogen,
methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi, fenol.
Tujuan Urinalis (tes urin ) adalah sebagai
berikut :
1. Membantu
tegakan diagnosis.
2. Mendapatkan
informasi tentang fungsi organ dan metabolisme tubuh.
3. Mandeteksi
kelainan asimtomatik.
4. Mengikuti
perjalanan penyakit dan hasil pengobatan.
Yang
akan dilakukan dalam praktikum ini ialah tes urin rutin secara manual, yaitu
tes Makroskopis dan tes Kimia urin; tes protein urin, tes glukosa urin.
METODE
1.
Tes
Makroskopis
Pra Analitik
Tes
|
Persiapan Pasien & Sampel
|
Prinsip Tes
|
Alat & Bahan
|
Volume
|
Tidak Ada
|
600
– 2500 ml/24 jam, rata-rata 1500ml/24 jam
|
Urin
Gelas ukur
|
Kejernihan & Warna
|
Normal
jernih atau sedikit keruh & berwarna kuing muda
|
||
pH
|
Penetapan
dilakukan dengan memakai indicator strip
|
Urin
Gelas ukur
Strip
indicator
|
|
Bau
|
Bau
normal yang karakteristik disebabkan oleh asam organik yang
mudah menguap
|
Urin
Gelas
ukur
|
|
Berat Jenis
|
BJ
memberikan kesan derajat kepekatan urin. Urin pekat dengan BJ>1,030
mengindikasi kemungkinan adanya glukosa
|
Urin
Gelas ukur
Urinometer
|
Analitik
Ø Cara
kerja
a.
Volume urin:
Pengukuran volume urin dilakukan dengan
cara:
§ Masukkan
urin kedalam gelas ukur
§ Baca
nilai yang ditunjukkan pada dinding gelas ukur
b.
Kejernihan & warna
urin:
§ Masukkan
urin kedalam gelas ukur
§ Amati
warna pada urin
c.
pH:
§ Masukkan
urin kedalam gelas ukur
§ Celupkan
indicator strip kedalam urin dan pastikan semuanya yang akan dibandingkan
tercelup
§ Angkat
indicator strip setelah di rendam didalam urin
§ Diamkan
selama 30 detik
§ Bandingkan
hasil yang didapatkan dengan indicator standar
d.
Bau:
§ Masukkan
urin kedalam gelas ukur
§ Cium
bau yang ditimbulkan oleh urin
e.
Berat Jenis:
§ Masukkan
urin kedalam gelas ukur
§ Celupkan
urinometer kedalam urin yang ada pada gelas ukur
§ Baca
pengukuran yang ditunjukkan pada urinometer
Nilai rujuk
1. Volume
Urin : 600 – 2500 ml/24 jam, rata-rata 1500ml/24 jam.
Kejernihan & warna: Normal jernih
atau sedikit keruh & berwarna kuing muda.
2. Strip tes: Penetapan dilakukan dengan
memakai indicator strip.
3. Bau: Bau normal yang karakteristik
disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap.
4. Berat jenis: Urin pekat dengan BJ>1,030
mengindikasi kemungkinan adanya glukos
Pasca Analitik
Ø Interprestasi
a)
Volume urin
Interprestasi: 75 ml
b)
Kejernihan & warna
urin
Interprestasi: urin jernih dan berwarna
kuning muda
c)
Derajat keasaman atau pH
Interprestasi: 6,5
d)
Bau
Interprestasi: bau pesing
e)
Berat Jenis
Interprestasi:
Suhu
tera :15°C
Suhu
ruangan : 35°C
BJ
yang dibaca : 1,018
SCRIPT TEST
Percobaan
ini masih menggunakan sampel urin yang sebelumnya. Indikator script dimasukkan
ke dalam tabung yang berisi urin. Kemudian diperhatikan reaksi dan perubahan
yang terjadi.
Pra Analitik
Ø Persiapaan
pasien : tidak dilakuakan persiapan
khusus
Ø Persiapan
sampel : tidak dilakukan persiapan
khusus
Ø Prinsip
tes : penetapan dilakukan
dengan menggunakan indicator strip
Ø Alat
dan bahan :
a. Gelas
ukur
b. Urin
c. Indicator
strip
Analitik
Ø Cara
kerja:
1. Masukkan
kedalam gelas ukur sebanyak 5 ml
2. Letakkan
indicator strip kedalam urin
3. Angkat
kembali, kemudian diamkan selama 30 detik
4. Bandingkan
hasil yang didapat dengan indicator standar
Pasca
Analitik
Ø Interprestasi
§ Leukosit (-)
§ Nitrit (-)
§ Urobilinogen Normal
§ Protein (-)
§ pH 6,5
§ Darah
(-)
§ Spesifik
grafity 1,015
§ Keton (-)
§ Bilirubin (+) 1
§ Glukosa (-)
ü Pengamatan
1.
Glukosa
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.
Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa
oksidase (GOD), peroksidase (POD) dan zat warna.
2.
Protein
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
Biasanya, hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24 jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan sebagai proteinuria.
Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari
individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang
tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang
signifikan muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat
menyebabkan jumlah protein tinggi.
Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin. Peningkatan
ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik
yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus, dan hipertensi.
Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan
petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel. Dipsticks
mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif
terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones,
dan mukoprotein.
3.
Bilirubin
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.
Bilirubin yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar), ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.
4.
Urobilinogen
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.
Empedu yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine
terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen
dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas kemampuan hepar untuk
melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin
berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun),
kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar,
keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus,
mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Urobilinogen urine menurun dijumpai
pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati yang parah (jumlah
empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah,
kolelitiasis, diare yang berat.
Hasil positif juga dapat diperoleh setelah
olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang
yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.
5.
Keasaman (pH)
Filtrat glomerular plasma darah biasanya
diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar
6 di final urin. Namun, tergantung pada status asam-basa, pH kemih dapat
berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi sepanjang hari, dipengaruhi oleh
konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan, lalu menurun dan menjadi kurang
basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi hari (bangun tidur) adalah yang
lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit gangguan keseimbangan asam-basa
jug adapt mempengaruhi pH urine.
Urine yang diperiksa haruslah segar, sebab bila
disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah menjadi basa. Urine basa dapat memberi
hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur
mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami
lisis. pH urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine
dengan pH yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Berikut ini adalah
keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
v pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis
sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea
menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal,
spesimen basi.
v pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan,
penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali pada gangguan fungsi
tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu pengasaman urine dan
meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
6.
Berat Jenis (Specific Gravity, SG)
Berat jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang
mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai
untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus
dianggap wajar jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah
1,015 – 1,025, sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal
> 1,022, dan selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang
tampak pada kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan
urine.
BJ urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi
reabsorbsi tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ
kurang dari 1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru
ini menerima pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi
radiografi, atau larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004
untuk setiap 1% glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.
7.
Darah (Blood)
Pemeriksaan dengan carik celup akan memberi
hasil positif baik untuk hematuria, hemoglobinuria, maupun mioglobinuria.
Prinsip tes carik celup ialah mendeteksi hemoglobin dengan pemakaian substrat
peroksidase serta aseptor oksigen. Eritrosit yang utuh dipecah menjadi
hemoglobin dengan adanya aktivitas peroksidase. Hal ini memungkinkan hasil
tidak sesuai dengan metode mikroskopik sedimen urine.
Hemoglobinuria sejati terjadi bila hemoglobin
bebas dalam urine yang disebabkan karena danya hemolisis intravaskuler.
Hemolisis dalam urine juga dapat terjadi karena urine encer, pH alkalis, urine
didiamkan lama dalam suhu kamar. Mioglobinuria terjadi bila mioglobin
dilepaskan ke dalam pembuluh darah akibat kerusakan otot, seperti otot jantung,
otot skeletal, juga sebagai akibat dari olah raga berlebihan, konvulsi.
Mioglobin memiliki berat molekul kecil sehingga mudah difiltrasi oleh
glomerulus dan diekskresi ke dalam urine.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi temuan
laboratorium :
Ø Hasil positif palsu dapat terjadi bila urine
tercemar deterjen yang mengandung hipoklorid atau peroksida, bila terdapat
bakteriuria yang mengandung peroksidase.
Ø Hasil negatif palsu dapat terjadi bila urine
mengandung vitamin C dosis tinggi, pengawet formaldehid, nitrit konsentrasi
tinggi, protein konsentrasi tinggi, atau berat jenis sangat tinggi.
Urine dari wanita yang sedang menstruasi dapat
memberikan hasil positif.
8.
Keton
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Badan keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria disebabkan oleh kurangnya intake
karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet tinggi lemak dengan rendah
karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal),
gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes), sehingga tubuh mengambil
kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.
9. Nitrit
Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.
Di dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein, yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urine telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat membentuk nitrit, atau urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu, enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit berubah menjadi nitrogen.
Spesimen terbaik untuk pemeriksaan nitrit
adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan segar, sebab penundaan
pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri di luar saluran kemih,
yang juga dapat menghasilkan nitrit.
Faktor yang dapat mempengaruhi temuan
laboratorium :
Ø Hasil positif palsu karena metabolisme bakteri
in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah oleh sebab apapun, pengaruh
obat (fenazopiridin).
Ø Hasil negatif palsu terjadi karena diet
vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi antibiotik
mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak mereduksi
nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih selama 4-6
jam, atau berat jenis urine tinggi.
10.
Lekosit esterase
Lekosit netrofil mensekresi esterase yang dapat
dideteksi secara kimiawi. Hasil tes lekosit esterase positif mengindikasikan
kehadiran sel-sel lekosit (granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang
lisis. Limfosit tidak memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan
memberikan hasil positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai
dengan hasil pemeriksaan carik celup.
Temuan laboratorium negatif palsu dapat terjadi
bila kadar glukosa urine tinggi (>500mg/dl), protein urine tinggi
(>300mg/dl), berat jenis urine tinggi, kadar asam oksalat tinggi, dan urine
mengandung cephaloxin, cephalothin, tetrasiklin. Temuan positif palsu pada
penggunaan pengawet formaldehid. Urine basi dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan.
TES KIMIA URIN
Tes
kimia urin terdiri dari tes protin urin, glukosa, urobilinogen, benda keton,
darah samar, nitrit dan lain-lain.yang akan dilakukan dalam praktikum ini adalah tes protein urin, glukosa urin dan
tes albumin.
Tes Protein Urin
Ø
Pra Analatik
a.
Persiapan Pasien
Tidak dilakukan persiapan khusus
b.
Persiapan Sampel
Tidak dilakukan persiapan khusus
c.
Prinsip Tes
Berdasarkan pada prinsip kesalahan
penetapan pH oleh protein.
Indikator digunakan tetrabromphenol blue
→ pH tetap konstan akibatnya urin albumin bereaksi dengan indikator.
d.
Alat dan bahan
Alat :
§
Tabung reaksi + rak
§
Pembakar (spiritus)
Bahan :
§
Asam asetat
§
Urin
Ø
Analitik
a.
Cara kerja
Reaksi
dengan Asam Asetat 10% dan pemanasan
§
Menuangkan urin yang
jernih kedalam tabung reaksi sampai 2/3
penuh.
§
Panaskan bagian atas
tabung selama lebih kurang 2 menit. Bagian bawah tabung digunakan sebagai
pambanding (kontrol).
§
Tambahkan 3-5 tetes
asam asetat 10% untuk melarutkan fosfat dan karbonat.
§
Panaskan lagi bagian
atas tabung, kekeruhan yang timbul adalah presipitasi protein.
b.
Nilai rujuk
Negatif : tidak ada kekeruhan
± : kekeruhan sangat halus,
terlihat bila diberikan latar belakang hitam (protein < 0,01 gr%)
1+ : ada kekeruhan tetapi tidak
tampak berbutir-butir (protein 0,01 – 0,05 gr %)
2+ :
ada kekeruhan dan tampak berbutir-butir (protein 0,05 – 0,2 gr)
3+ :
amat keruh dengan gumpalan berkeping-keping (protein 0,2 – 0,5 gr%)
4+ :
kekeruhan tebal dan bergumpal-gumpal (protein > 0,5 gr%)
Ø
Pasca Analitik
Interpretasi
Hasil penilaian :
4+
: Kekeruhan tebal dan bergumpal-gumpal (protein > 0.5 gr% )
Tes Glukosa Urin
Ø Pra
Analatik
a.
Persiapan Pasien
Tidak ada persiapan khusus
b.
Persiapan Sampel
Tidak ada persiapan khusus
c.
Prinsip Tes
Glukosa oksidase yang akan diuraikan
menjadi es glukonat dan hidrogen perosida →akan mengkatalisis rx potasium
iodida → berwarna biru muda, hijau sampe coklat.
d.
Alat dan bahan
Alat :
§ Tabung
reaksi + rak.
§ Pembakar
Spiritus.
Bahan :
§ Larutan
benedict kualitatif.
§ Air
gula
Ø Analitik
a.
Cara kerja
§ Menuangkan
5 ml larutan Benedict kedalam tabung reaksi.
§ Menambahkan
sampel air gula sebanyak 5-8 tetes
§ Mendidihkan
diatas nyala api spritus selama 2 menit.
§ Memperhatikan
adanya perubahan warna setelah isi tabung dikocok.
b.
Nilai rujukan
§ Negatif : cairan tetap biru, jernih, bisa agak
hijau / sedikit keruh
§ 1+ : hijau kekuningan (glukosa 0,5-1,0 gr%)
§ 2+ : kuning kehijauan (glukosa 1,0-1,5 gr%)
§ 3+ : kuning (glukosa
1,5-2,5 gr%)
§ 4+ : jingga/merah (glukosa 2,5-4,0 gr%)
Pasca Analitik
Ø Interpretasi
Menghasilkan hasil palsu, cairan tetap
biru, jernih, agak hijau atau sedikit keruh.Hal ini dikarenakan Larutan
Benedict rusak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar