Kamis, 23 Agustus 2012


I. PENDAHULUAN
               Konsentrasi ion hidrogen di dalam plasma dan ruang ekstraseluler adalah sebesar 40 nM. Angka ini sebanding dengan nilai pH sebesar 7,40. Organisme berusaha agar nilai pH tersebut dapat dipertahankan pada nilai yang konstan, karena perubahan konsentrasi proton yang besar akan mengganggu kelangsungan hidup organisma.2,6,7
               Yang berfungsi menjaga agar nilai pH tetap konstan adalah sistem dapar plasma. Sistem ini dapat menghalangi gangguan keseimbangan asam basa yang berlangsung dalam waktu singkat. Bila gangguan tersebut berlangsung lama, maka yang menentukan adalah neraca yang seimbang antara aliran pemasukan dan pembuangan proton. Bila sistem dapar atau keseimbangan asam-basa terganggu, misalnya pada penyakit ginjal atau gangguan frekuensi pernapasan melalui hipoventilasi atau hiperventilasi, maka kemudian terjadi pergeseran nilai pH dalam plasma. Penurunan pH lebih dari 0,03 unit (dari nilai pH normal) dikenal sebagai asidosis dan peningkatan pH disebut alkalosis.1,2,6

II. KESEIMBANGAN ASAM-BASA
               Keseimbangan asam-basa adalah homeostatis dari kadar ion hidrogen pada cairan-cairan tubuh. Asam terus menerus diproduksi dalam metabolisme normal. Meskipun banyak terbentuk asam sebagai hasil metabolisme, namun ion hidrogen cairan tubuh tetap rendah. Namun demikian, kestabilan kadar ion hirogen tersebut harus dipertahankan agar fungsi sel dapat berjalan normal, karena sedikit fluktuasi mempunyai efek yang penting terhadap aktifitas enzim seluler. Karena efek terhadap enzim seluler inilah, maka perubahan dari konsentrasi ion hidrogen yang relatif kecil dapat berpengaruh besar dalam hidup seseorang.1,4
Asam yang Dihasilkan oleh Tubuh
Asam karbonat
Asam sulfur (sulfat)
Asam fosfor (fosfat)
Asam laktat
Asam sitrat
Ion amonium
Badan Keton:
         Asam asetoasetat
         β-hidroksibutirat

               Dua tipe asam yang dihasilkan oleh proses metabolik dalam tubuh; menguap dan tak menguap (volatile dan non volatile). Asam volatile dapat berubah antara bentuk cairan maupun gas. Karbondioksida –produk akhir utama dari oksidasi karbohidrat, lemak, dan asam amino- dapat dianggap sebagai asam karena kemampuannya untuk membentuk asam karbonat (H2CO3) yang akan terurai menjadi H+ dan HCO3-. Karena karbon dioksida adalah gas yang dapat dikeluarkan melalui paru-paru, maka karbondioksida sering disebut sebagai asam volatile.
               Semua sumber-sumber lain dari ion hidrogen dianggap sebagai asam non volatile atau fixed acids. Asam non volatile tak dapat berubah bentuk manjadi gas untuk bisa dieksresikan oleh paru-paru, tapi harus diekskresikan melalui ginjal. Asam-asam non volatile dapat berupa asam organik maupun anorganik. Yang termasuk asam anorganik adalah asam fosfat, asam sulfat, asam nukleat dan fosfo protein. Sedangkan yang termasuk asam organik adalah asam laktat dan asam-asam keton,  dibentuk selama metabolisme karbohidarat dan lemak. Dalam keadaan normal, asam-asam ini tidak mempengaruhi PH tubulus tetapi, dapat menumpuk pada keadaan abnormal tertentu.
               Dalam keseimbangan asam basa dikenal pula istilah pendapar atau penyangga; yaitu subtansi kimia yang mengurangi perubahan pH dalam larutan yang disebabkan penambahan asam maupun basa. Penyangga adalah campuran dari basa lemah dan garam basanya ( atau basa lemah dan garam asamnya). Terdapat empat pasang sistem penyangga utama dari tubuh yang membantu memelihara pH agar tetap konstan yaitu :
(1) Sistem penyangga bikarbonat/ asam karbonat ( NaHCO3 dan H2CO3)
(2) Sistem penyangga binatrium atau mononatrium fosfat (Na2 HPO4 dan NaH2PO4)
(3) Sistem penyangga dalam sel darah merah haemoglobin/oksihaemoglobin
(4) sistem penyangga protein.
               Sistem penyangga bikarbonat/asam karbonat adalah penyangga yang paling banyak secara kuantitatif, dan bekerja pada ECF. Penyangga ini memegang lebih dari separuh kapasitas penyangga dalam darah. Sistem penyangga fosfat merupakan penyangga yang penting dalam sel darah merah dan sel tubulus ginjal. Karena haemoglobin yang tereduksi mempunyai afinitas yang kuat dengan ion hidrogen maka kebanyakan ion-ion ini terikat dengan haemoglobin. Dalam keadaan ini, hanya sedikit ion hidrogen yang masih tetap bebas, sehingga keasaman darah vena hanya sedikit lebih besar dari darah arteri. Sewaktu darah vena melalui paru-paru, haemoglobin menjadi jenuh dengan oksigen dan kemampuannya untuk mengikat ion hidrogen menurun. Ion hidrogen dilepaskan, kemudian bereaksi dengan bikarbonat membentuk CO2 yang kemudian diekspirasi melalui paru-paru. Sistem penyangga protein paling banyak terdapat pada sel jaringan. Lebih dari separuh dari 70 mmol ion hidrogen yang dihasilkan oleh diet sepenuhnya disanggah dalam sel.
               Karena berbagai asam dan basa terus menerus memasuki tubuh melalui absorpsi makanan dan katabolisme makanan, maka beberapa mekanisme diperlukan untuk menetralkan atau membuang substansi-substansi ini. Sebenarnya, pH yang konstan dipelihara secara bersama-sama oleh sistem penyangga tubuh, paru-paru dan ginjal. Respon segera (dalam beberapa detik) terhadap bertambahnya atau berkurangnya konsentrasi ion hidrogen adalah penyangga kimiawi dari ion hidrogen baik sistem  penyangga ECF maupun ICS. Akan tetapi, penyanggaan hanya merupakan usaha sementara dalam memulihkan pH agar tetap normal. Usaha kedua untuk menstabilkan kadar ion hidrogen adalah pengendalian paru-paru terhadap kadar CO2 dalam cairan-cairan tubuh melalui ventilasi alveolar. Respon ini berlangsung cukup cepat. Usaha terakhir pemulihan pH agar tetap normal pada keseimbangan asam-basa terganggu adalah melalui pengaturan ginjal terhadap keadaan bikarbonat dalam cairan tubuh. Respon ini relatif lambat membutuhkan beberapa hari untuk mencapai koreksi sepenuhnya.

                                                  CA                                    
CO2  +  H2O                            H2CO3                          H+    +    HCO3-
                  (40 mmHg)                          (1,2 mEq/L)               (pH 7,4)     (24 mEq/L)
 

               Panah-panah dua arah menunjukkan reaksi yang dapat berlangsung dua arah dengan kemungkinan yang sama, tergantung dari kadar komponen-komponen pada masing-masing bagian dari persamaan reaksi ini. Reaksi ini telah terjadi pada sel darah merah karena adanya katalisasi enzim karbonik anhidrase (CA).
               Sisi kiri dari persamaan reaksi penyangga adalah komponen pernafasan: PCO2  +  H2O  ≈   H2CO3. Komponen pernafasan terutama dikendalikan oleh paru-paru melalui perubahan pada ventilasi alveolar. Jika PCO2 di atas atau di bawah normal, jumlah ventilasi alveolar tidak akan memadai (hipoventilasi) atau berlebihan (hiperventilasi). PCO2 diatur oleh fungsi paru dan refleks pada batang otak, yang mengendalikan dorongan pernafasan. Sisi kanan dari persamaan reaksi ini adalah komponen ginjal-metabolik: H2CO3 ≈ H+  +  HCO3-. Asam karbonat yang terbentuk oleh hidrasi gas karbon dioksida, terurai menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Setengah dari persamaan ini terutama diatur oleh ginjal.Ginjal ikut menjaga keseimbangan asam-basa dengan mengatur [HCO3-] plasma melaui dua jalan :
1.      Reabsorpsi HCO3- yang terfiltrasi dan mencegah kehilangannya dalam kemih.
2.      Ekskresi kelebihan H+ sehari-hari sebagai hasil HHHmetabolisme.
Dua pertiga dari kelebihan H+ diekskresikan dalam bentuk ion amonium (NH4+); sepertiga diekskresikan dalam bentuk asam fosfat (H3PO4)atau asam sulfat (H2SO4). Proses yang terakhir ini mengakibatkan terbentuknya bikarbonat yang hilang karena menyangga beban H+ sehari-hari. Dengan demikian ginjal mampu menahan atau membuang HCO3- sesuai kebutuhan, baik dengan Na+ dan K+, atau menukarnya dengan Cl-.
               Meskipun beberapa sistem penyangga bekerja secara bersama-sama dalam tubuh, tapi hanya satu yang perlu diukur untuk menganalisis gangguan asam-basa. Prinsip isohidrik menyatakan bahwa semua sistem penyangga dalam sebuah larutan berada dalam keseimbangan dengan ion hidrogen yang sama. Dengan demikian, secara praktis, perubahan pada satu sistem penyangga mencerminkan secara persis perubahan pada sistem penyangga yang lain. Dalam klinis, sistem asam karbonat/bikarbonat merupakan penyangga yang dipilih untuk analisis gangguan asam-basa, karena merupakan sistem penyangga terbesar dalam ECF dan paling mudah diukur.
               Berdasarkan persamaan Herderson-Hasselbalch, perbandingan bikarbonat dan asam karbonat menentukan nilai pH plasma, dimana pH 7,4 dari plasma menunjukkan perbandingan bikarbonat terhadap asam karbonat harus 20 : 1. Selama perbandingan 20 : 1 dipertahankan, maka berapa pun nilai-nilai absolut yang lain, pH plasma akan tetap konstan.

III. GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM-BASA
               Batas normal dari pH darah yaitu sekitar 7,4 dan batas terjauh yang masih dapat ditanggulangi yaitu antara 6,8 sampai 7,8. Batas normal dari pH adalah 7,38 sampai 7,42 jika menggunakan nilai yang lebih peka yaitu satu standar deviasi dari nilai rata-rata 7,4. Tetapi umumnya klinisi memakai nilai yang kurang peka yaitu 7,35 sampai 7,45, dengan dua standar deviasi dari nilai-rata-rata.
               pH darah yang kurang dari 7,35 disebut asidemia dan proses yang menyebabkannya disebut asidosis. pH sama dengan atau kurang dari 7,25 dapat membahayakan jiwa dan pH 6,8 sudah tidak dapat ditanggulangi oleh tubuh. Demikian pula, pH darah yang lebih besar dari 7,45 disebut alkalemia dan proses yang menyebabkannya disebut alkalosis. pH yang lebih tinggi dari 7,55 dapat membahayakan jiwa dan pH yang lebih besar dari 7,8 tidak dapat ditanggulangi lagi oleh tubuh.
               Empat gangguan asam-basa primer dan kompensasinya dapat diperlihatkan dengan memakai persamaan Henderson-Hasselbalch yang telah disederhanakan:
    pH = [HCO3-] = 20 *
              PaCO2      1 **                                                              

 
                                      



               Keterangan: *     =           komponen metabolik yang dikendalikan oleh ginjal.
                                        **    =   komponen pernapasan yang dikendalikan oleh paru-paru.
Persamaan ini menekankan fakta bahwa perbandingan basa/asam harus 20 : 1 agar pH dapat dipertahankan dalam batas normal. Persamaan ini juga menekankan kemampuan ginjal untuk mengubah bikarbonat basa melalui proses metabolik, dan kemampuan paru-paru untuk mengubah PaCO2 (tekanan parsial CO2 dalam darah arteri) melalui respirasi.
               Ketidakseimbangan metabolik terjadi jika gangguan primernya ada pada kadar bikarbonat. Karena bikarbonat adalah pembilang pada persamaan di atas, maka peningkatan kadar bikarbonat akan meningkatkan pH, yang disebut sebagai alkalosis metabolik. Secara lebih terperinci, yang dimaksud sebagai alkalosis metabolik adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan peningkatan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi peningkatan pH (penurunan konsentrasi ion hidrogen). HCO3- ECF 26 mEq/L dan pH 7,45. Adapun sebab-sebab terjadinya alkalosis metabolik dapat dilihat pada tabel berikut.


Penurunan dari kadar bikarbonat menyebabkan penurunan pH, yang disebut sebagai asidosis metabolik. Secara rinci asidosis metabolik adalah gangguan sistemik yang ditandai dengan penurunan kadar bikarbonat plasma sehingga terjadi penrunan pH (peningkatan kadar ion hidrogen). HCO3- ECF adalah 22 mEq/L dan pH 7,35. Kompensasi pernapasan akan segera dimulai untuk menurunkan PaCO2 melalui hiperventilasi sehingga asidosis metabolik jarang terjadi secara akut. Sebab-sebab terjadinya asidosis metabolik adalah sebagai berikut:
               Ketidakseimbangan respiratorik terjadi jika gangguan primernya ada pada kadar karbon dioksida (asam karbonat). Kadar karbon dioksida merupakan penyebut pada persamaan Henderson-Hasselbalch. Peningkatan PaCO2 akan menurunkan pH dan disebut sebagai asidosis respiratorik. PaCO2 > 45 mmHg dan pH > 7,35. Asidosis respiratorik  dapat timbul secara akut ataupun kronik. Hipoksemia selalu menyertai asidosis respiratorik jika pasien bernafas dalam udara ruangan. Sebab-sebab asidosis respiratorik adalah sebagai berikut:
Sebab-sebab Asidosis Respiratorik
(Sebab dasar = Hipoventilasi)
 

               Hambatan pada pusat pernafasan di medula oblongata
               - Obat-obatan (kelebihan opiat, sedatif, anestetik (akut); terapi oksigen pada hiperkapnea
                 kronik; henti jantung (akut); apnea saat tidur.
               Gangguan otot-otot pernafasan dan dinding dada
               - Penyakit neoromuskular (miastenia gravis, sindrom Guillain Barre, poliomielitis, sklerosis
                 lateral amiotropik); deformitas rongga dada; obesitas berlebihan; cedera dinding dada.
               Gangguan pertukaran gas
               - PPOM; tahap akhir penyakit paru intrinsik yang difus; pneumonia dan asma yang berat;
                 edema paru akut; pneumotoraks.
               Gangguan saluran nafas atas yang akut
               - Aspirasi benda asing atau muntah; laringospasme atau edema laring; bronkospasme berat.
 

Penurunan PaCO2 akan meningkatkan pH, keadaan ini menyebabkan terjadinya alkalosis respiratorik (hipokapnea). Keadaan ini dapat disebabkan oleh:
Sebab-sebab Alkalosis  Respiratorik
(Sebab dasar = Hiperventilasi)
 

               Perangsangan sentral terhadap pernafasan
               - Hiperventilasi psikogenik yang disebabkan oleh stress emosional; gangguan SSP;
                 keadaan hipermetabolik (demam, tirotoksikosis); cedera kepala; tumor otak; intoksikasi
                 salisilat (awal).
               Hipoksia
               - Pneumonia, asma, edema paru; gagal jantung kongestif; fibrosis paru; tinggal di tempat
                 yang tinggi.
               Ventilasi mekanik yang berlebihan
               Mekanisme yang belum jelas
               - Sepsis gram negatif; sirosis hepatis; latihan fisik.
 

               Keempat gangguan keseimbangan asam-basa di atas dapat berdiri sendiri dapat pula terjadi kombinasi; yang disebut sebagai gangguan asam-basa campuran.

IV. RESPON KOMPENSATORIK TERHADAP PERUBAHAN pH
               Jika pH berubah akibat gangguan asam-basa primer, maka tubuh segera menggunakan respon kompensatoriknya untuk mengembalikan pH ke nilai normal. Ada tiga respon kompensatorik yang telah dibicarakan sebelumnya, yaitu:
1.      Penyangga ECF dan ICF
2.      Respon pernafasan terhadap PaCO2 melalui hipoventilasi atau hiperventilasi
3.      Respon ginjal terhadap atau.
               Asidosis metabolik primer (penurunan) dikompensasi dengan pernapasan hiperventilasi, sehingga penurunan PaCO2 dan memulihkan pH normal. Alkalosis metabolik primer (meningkatnya HCO3-) dikompensasi dengan pernafasan hipoventilasi sehingga meningkatkan dan memulihkan pH normal. Respon kompensatorik pernafasan terjadi dalam beberapa menit. Sebaliknya, kompensai ginjal untuk asidosis respiratorik primer (meningkatnya) atau alkalosis (penurunan PaCO2) dilakukan dengan retensi atau ekskresi atau ion H+.. Tetapi kompensasi yang dilakukan ginjal berlangsung lambat sehingga efeknya tidak dapat terlihat sampai kira-kira 24 jam. Kompensasi penuh memerlukan waktu sekitar 2 sampai 3 hari. Dengan demikian, asidosis respiratorik diklasifikasikan sebagai akut jika kompensasi ginjal belum berjalan dan masih dalam keadaan normal. Jika kompensasi ginjal telah berjalan dan HCO3- telah meningkat, maka keadaan ini diklasifikasikan sebagai kronik. Alkalosis respiratorik primer dapat juga diklasifikasikan sebagai akut atau kronik, tergantung apakah kompensasi ginjal sebagaian atau lengkap. Pada persamaan Henderson-Hasselbalch, jika pembilang, penyebut harus meningkat pula agar perbandingan tetap 20 : 1, dan memperkecil penyimpangan pH dari normal. Kompensasi selalu melibatkan perubahan kompensatorik pada pembilang (atau penyebut), dengan arah yang sama seperti pada gangguan primer.

Gangguan asam basa sederhana

Respon kompensatorik yang akan terjadi pada gangguan asam basa primer
V. KESIMPULAN
               Konsentrasi ion hidrogen dalam ECF maupun ICF senantiasa harus dipertahankan dalam batas normal dimana nilainya sebanding dengan nilai pH sebesar 7,35-7,45. Sedikit saja perubahan dari nilai ini (0,03) maka akan menyebabkan gangguan sistemik berupa asidosis ataupun alkalosis. Perubahan nilai pH sangat berpengaruh pada aktifitas enzim seluler, sehingga gangguan sistemik akibat perubahan pH ini dapat berakibat fatal bagi proses-proses fisiologis tubuh yang berlanjut ke keadaan patologis hingga kematian. Namun terdapat proses fisiologis lain yang senantiasa berusaha mengembalikan peningkatan atau penurunan pH pada nilai normal. Yaitu sistem penyangga, organ paru-paru, dan ginjal. Ketiga sistem ini melakukan respon kompensatorik terhadap keadaan-keadaan yang menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan asam basa.




DAFTAR PUSTAKA

1.      Marks, DB, dkk. Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta:
               EGC, 2000, hal. 35-40.

2.      Koolman, J, dkk. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Jakarta: Hipokrates, 2001,
               Hal. 24-27;250-51.

3.      Matthews, CH, et al. Biochemistry 3rded. Addison Wesley Longman, 2000, p.39-52.

4.      Price, S, dkk. Patofisiologi Buku I ed. 4. Jakarta: 1995. hal. 327-49.


5.      Rodwell, VW. Air dan pH. Dalam: Biokimia Harper ed. 25. Jakarta: EGC, 2003,
               hal. 15-24.

6.      Swaminathan R. Handbook of Clinical Biochemistry. New Delhi: Oxford University
               Press, 2005, p. 29-42.

7.      Ionic Equilibria Review, The Medical Biochemistry. Last Modified: July 29 2005.
               Available at: www. Indstate. Edu. Accessed: August 15 2005.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar